Friday, September 30

Serat Babad Kadhiri (3)


masih melalui pak sondong, kyai buta locaya meneruskan penjelasannya, bahwa Prabu dan balatentaranya yang berpangkat tinggi atau rendah selalu menghibur diri dan saling bertatap muka. dan sering kali pada malam hari Sang Prabu pergi ke pesanggrahan Wanacatur bersama putrinya bernama Mas Ratu Pagedhongan. dan mendapat tugas untuk mengiringi sang prabu dan puterinya adalah Kyai Buta Locaya sendiri dan adiknya Ki Tunggulwulung.

sesampainya di pesanggrahan, Sang Prabu gemar sekali duduk di halaman memandang orang berlalu lalang dan seringkali membicarakan hal hal penting, antara lain tentang pemerintahan agar kerajaan tetap tenteram damai dan maju, serta hal hal penting lainnya. karenanya pesanggrahan itu dinamakan WANACATUR yang berarti hutan tempat untuk berunding. jika ada hal yang perlu dipecahkan, Sang Prabu mengajak Buta Locaya dan adiknya untuk mengiringi beliau ke Wanacatur, diajak berembug dan membicarakan segala persoalan yang dihadapi Sang Prabu.

sepengetahuan buta locaya, sang Prabu Aji Jayabaya dan Putrinya Mas Ratu Pagedhongan apabila sedang di Wanacatur tak pernah bersantap ( makan nasi ). Beliau hanya menyantap bubur kunyit dan temulawak, meskipun beliau dan putrinya tinggal disana selama berhari hari. walaupun para pengikutnya makan nasi jagung. Sang Prabu sendiri tak pernah makan daging binatang jenis apapun, juga tidak pernah makan daging ikan, baik ikan sungai maupun ikan laut.

karena itu pula sebelah tenggara kota Mamenang ada desa namanya si Kunir dan si Lawak, sebab desa tersebut menghasilkan hasil bumi kunyit dan remulawak yang menjadi santapan sang Prabu. Hati, pikiran dan jiwa sang prabu menjadi bersih dan mampu mengetahui segala sesuatu yang belum terjadi ( weruh sadurunge winarah atau sidik ing paningal ) karena beliau selalu bertapa dan menahan hawa nafsu.

Ki Dermakanda menanyakan, apakah hal tersebut ada kaitannya dengan Jangka Jayabaya atau tidak.

Pak Sondong pun meng-iya-kan. namun menambah keterangan bahwasanya sebenarnya Serat Jayabaya itu ada tiga. yang pertama karangan atau ciptaan Syeh Subakir, utusan Sang Prabu Ngerum (Hadramurti) yang memberi tumbal tanah jawa dan dipasang di gunung Tidar, Magelang. Atau dipasang di tanah Pacitan yang kelak melahirkan orang Jawa baru, yang membuat angka satu atau membuat angka berkepala satu, sampai sekarang angka tahunnya sudah mencapai 1761.

yang kedua serat jayabaya karangan Prabu Jayabaya bernama Serat Jayabaya atau jangka Jayabaya.

yang ketiga karangan Pangeran Banjarsari, ratu Jenggala yang kemudian pindah ke kerajaan Galuh. Karangan Banjaransari disebut juga Surat Jayabaya, sebab Pangeran Banjaransari merupakan titisan dari Prabu Jayabaya. Karena itu pula kesaktian kedua raja itu sama.

(bersambung.....)

Monday, September 26

Serat Babad Kadhiri (2)


tak lama setelah menjelaskan tata cara ritual kepada Mas Ngabei Purbawidjaja, Ki Dermakanda segera bersiap.
beliau menyalakan dupa sambil membaca mantra, sembari bersila berhadapan dengan Pak Sondong.

sekejap Pak Sondong langsung kehilangan kesadaran, tergeletak tak berdaya. tak sampai semenit pak sondong bangkit dan duduk lagi. demikian pula Ki Dermakanda berperan sebagai Mas Ngabei Purbawidjaja yang sedang menyambut tamunya, Kyai Buta Locaya.

Ki Dermakanda yang berpura-pura sebagai tuan rumah, menjelaskan pada Pak Sondong yang sudah di rasuki Kyai Buta Locaya, tentang perihal kenapa ia dipanggil bertamu ke kediaman Mas Ngabei Purbawidjaja, dimana beliau ditanya oleh seorang pembesar Gupermen tentang asal muasal Kota Kediri.

Kyai Buta Locaya pun terbahak bahak mendengar pertanyaan dari Ki Dermakanda, Buta Locaya pun mulai menjelaskan Kronologi Kejayaan Kota Kediri.

menurut keterangan Buta Locaya, ia lah cikal bakal atau orang pertama yang membuka hutan dan pertama bertempat tinggal di Kadhiri. Semula Buta Locaya adalah seorang manusia bernama Kyai Daha, dan memiliki adik bernama Kyai Daka. Ketika itu mereka bersama menebangi hutan dekat sungai Kadhiri ( brantas ) dengan maksud untuk dijadikan pemukiman. waktu itu tempat tersebut masih hutan belantara yang lebat bahkan masih merupakan hutan perawan yang belum terjamah oleh manusia. Singkat cerita mereka berdua akhirnya tinggal di situ.

ketika itu, Kyai Daha dan Kyai Daka didatangi Sang Hyang Wisnu, dan bersabda kepadanya bahwa beliau menghendaki untuk mengejawantah atau turun dari kahyangan untuk menjadi seorang manusia yang akan menjadi raja di pemukiman yang mereka buat. Kyai Daha pun tunduk dan berserah kepada kehendak Dewa Wisnu. Kemudian Batara Wisnu menjadi Raja di Kadhiri yang bergelar Prabu Sri Aji Jayabaya, dan Kyai Daha pun di beri nama Buta Locaya, yang berarti, orang bodoh yang dapat dipercaya.

sementara Kyai Daka diberi nama baru, yaitu Kyai Tunggul Wulung. dan nama Kyai Daka dijadikan sebuah nama desa, yaitu Desa Daka.

Letak kerajaan ada di timur bengawan dan disebut Mamenang atau Daha. Mamenang adalah nama Kerajaan. sedangkan Daha adalah nama tempat atau daerah ( nagari ). dinamakan mamenang karena pada saat iru kerajaan tersebut merupakan kerajaan yang paling utama ( pemenang ) dalam segala hal. Nama Prabu Jayabaya terkenal di seluruh tanah awa dan besar pengaruhnya. Raja-raja dari negeri asing pun banyak yang tunduk dibawah duli paduka Sang Prabu Sri Aji Jayabaya tanpa diperangi terlebih dahulu. Kerajaan-kerajaan lain di pulau Jawa pun menghaturkan seserahan atau upeti yang berupa emas, intan, berlian, hasil bumi dan segala macam harta benda yang berharga serta puteri-puteri untuk dijadikan dayang-dayang.

mereka beribadah dengan baik dan sungguh-sungguh, mempelajari segala macam ilmu, baik ilmu duniawi maupun ilmu batiniyah. pengetahuan itu mereka kuasai dan amalkan secara sungguh-sungguh. sehingga mereka sangat taat dalam hal ambatara atau beribadah. semua diyu, danawa sangat ketakutan. raksasa yang jahat dan jahil tak mampu mengusik. semua penghalang mampu di musnahkan. Rawe rawe rantas malang malang putung.  ( bersambung )

Sunday, September 25

Serat Babad Kadhiri (1)


kemaren saya dibelikan buku sama bapak, judulnya Serat Babad Kadhiri, terjemahan dari manuskrip kuno tentang kisah berdirinya kejayaan Kediri, karangan Mas Ngabei Purbawidjaja

oke saya mulai saja.....

awalnya pada tahun 1832, saat kediri dalam pemerintahan Gupermen ( pemerintahan belanda ), ada seorang pembesar Belanda yang bertanya tentang legenda kota Kediri. beliau bertanya pada Mas Ngabei Purbawidjaja, seorang Beskal atawa jaksa ageng yang pertama di kota Kediri, beliau merupakan canggah dari Pangeran Katawengan yang berkuasa di Kediri. Namun  Mas Ngabei Purbawidjaja tidak mengetahui secara lengkap sejarah kota kediri, ia hanya tau dari zaman Panji Inu Kertapati ke depan.

merasa bahwa dirinya tidak mengetahui betul sejarah kota kediri, beliau memanggil seorang dalang wayang klithik atawa wayang krucil bernama Ki Dermakanda. ki Dermakanda tinggal di daerah Kandairen, Mojoroto, kediri. dalang tersebut sudah sangat sepuh, namun masih enerjik dan mampu bercerita dengan baik dan sangat jelas. Ki Dermakanda sering menceritaken tentang kerajaan Kadhiri, Jenggala, Ngurawan, dan Singasari dalam mendalang. sesampainya di kediaman Mas Ngabei Purbawidjaja langsung memberi tahu perlunya Ki Dermakanda di panggil ke kediaman Mas Ngabei Purbawidjaja. yaitu menceritaken babad tanah kadhiri dari awal sampai hari itu.

mengetahui hal tersebut, Ki Dermakanda menjawab, bahwa dirinya juga sama dengan Mas Ngabei Purbawidjaja, hanya tahu sejarah Panji Inu Kertapati kedepan. Namun Ki Dermakanda tak kurang akal, beliau memanggil sahaba jin nya, Kyai Buta Locaya yang bersemayam di goa selobale, gunung klotok. Buta Locaya merupakan penguasa Gaib di seluruh tanah kediri. Gunung Kelud, Gunung Wilis, hingga ke utara sampai perbatasan Japanan ( sekarang mojosari, mojokerto ), Kyai Buta Locaya sudah tinggal kahyangan hutan gunung wilis, sejak kediri belum menjadi kota.

Mas Ngabei Purbawidjaja pun menyetujuinya, tapi dengan syarat, sesajen yang di siapkan harus lengkap seperti orang hendak menyewa atau memainkan wayang krucil atawa wayang klithik tadi, terang ki Dermakanda. Ki Dermakanda melanjutkan syaratnya, bahwa harus ada perantara yang akan di rasuki oleh Kyai Buta Locaya, dan wawancara dengan ki buta locaya dilaksanaken pada hari jumat kliwon. setelah menjelaskan semuanya, Ki Dermakanda mohon diri untuk mempersiapkan diri.

pada malam jumat kliwon yang sudah ditentukan, Mas Ngabei Purbawidjaja sudah menyediakan syarat"nya, di tata rapi diatas tikar pandan, dikamar tamu.

menjelang tengah malam, Ki Dermakanda menghadap Mas Ngabei Purbawidjaja serta membawa temannya, seorang nayaga, bernama Pak Sondong yang juga sudah sepuh. Pak Sondong lah yang nanti akan menjadi perantara bagi Kyai Buta Locaya, dan sebagai wakil Mas Ngabei Purbawidjaja adalah Ki Dermakanda sendiri. Ki Dermakanda mempersilakan Mas Ngabei Purbawidjaya untuk mendengarkan dan mencatat semua yang dikatakan Pak Sondong nantinya. (bersambung)